SELAMAT DATANG

CV. JATILUWIH RED RICE

 
Gambar. Owner CV. Jatiluwih Red Rice (Grace M. Tarjoto)
Wilayah kawasan persawahan di Bali selain sebagai penghasil komoditas pangan yaitu padi, juga memiliki daya tarik lain. Daya tarik tersebut adalah sebagai obyek pariwisata. Banyak wisatawan baik asing maupun lokal yang datang berkunjung ke Bali untuk menikmati kesegaran udara dan keindahan lahan persawahan dengan terasering yang tersusun rapi. Salah satu obyek wisata pertanian yang ada di Bali berada di Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Desa Jatiluwih memiliki varietas beras merah organik lokal yang telah turun-temurun diwariskan oleh leluhur masyarakatnya. Selain itu, keunikan dalam ritual budidaya dan sistem pengairan serta pengorganisasiannya selalu disertai dengan budaya, sejarah dan pemahaman akan keseimbangan ekologi.
Hal unik tersebut membawa seorang perempuan pada tahun 1990-an yaitu, Grace M. Tarjoto untuk datang berkunjung ke Desa Jatiluwih layaknya sebagai wisatawan yang menikmati kesegaran udara dan ketenangan serta keramahan warga desa tersebut. Setelah kunjungan tersebut, sekitar tahun 2000-an beliau bersama suaminya, Heru K. Tarjoto memiliki keinginan untuk membuka usaha di daerah tersebut karena potensinya sangat luar biasa. Mereka mendatangi kawasan Banjar Gunungsari, Desa Jatiluwih untuk membeli sepetak tanah dari seorang kawan. Kebetulan diatas tanah tersebut telah berdiri pabrik penggilingan beras, namun belum dikelola secara baik. Potensi wilayah berupa teknik budidaya padi beras merah organik, ritual, budaya, sejarah dan keindahan landscape membuat Grace M. Tarjoto semakin jatuh cinta kepada Desa Jatiluwih dan terbesit keinginan yang sangat mulia yaitu bersama-sama dengan masyarakat/petani  membangun kawasan Jatiluwih yang lebih baik.
Keinginan tersebut bukan timbul disebabkan hanya karena potensi yang dimiliki wilayah ini, namun setelah berinteraksi dengan penduduk, ia prihatin karena di balik keindahan itu tersimpan kemiskinan warganya. Maklum, harga beras merah sama saja dengan beras putih bahkan pernah lebih rendah dari beras putih, padahal hasil panennya lebih sedikit dengan jangka waktu tanam hampir tujuh bulan. Bandingkan dengan penanaman beras putih yang bisa dipanen tiga kali dalam setahun. Fakta itu menimbulkan kekawatiran suatu hari warga akan berubah sikap dan meninggalkan beras merah sebagaimana daerah-daerah di Tabanan  lainnya. Padahal penanaman beras tersebut berkaitan erat dengan aneka ritual budaya di kawasan itu, mulai upacara menanam, memanen, hingga menyimpannya di lumbung. Di situ Grace M. Tarjoto  merasa sangat sedih karena mereka seharusnya hidup sejahtera dengan semua karunia ini.
Wanita mapan dan berpendidikan tinggi ini rela menghabiskan waktunya sebagai petani, yang justru dalam era kini profesi ini makin ditinggalkan.  Beliau ingin para petani di Desa Jatiluwih tahu bahwa mereka sebenarnya memiliki sumber pendapatan yang cukup menjanjikan dari beras merah yang mereka hasilkan. Alam (lahan sawah) yang subur di Desa Jatiluwih merupakan modal besar bagi petani. Inilah yang perlu mereka pahami. Untuk memberi pemahaman cara memproduksi beras merah yang baik dan benar kepada petani Jatiluwih, tak ada jalan lain kecuali dengan menjadi petani. Akhirnya pada 2003 sarjana ilmu kimia San Agustin University, Filipina, itu membangun fasilitas penyosohan beras modern, yaitu CV Jatiluwih Red Rice bersama dengan   suami, yakni Heru K. Tarjoto, pakar tool design lulusan Oregon Institute of Technology, Amerika Serikat, turut membantu mewujudkan cita-citanya itu. Selain itu, untuk mewujudkan keinginan mensejahterakan petani, dibentuklah kelompok tani guna pemenuhan bahan baku perusahaan dan sarana untuk meningkatkan pendapatan petani tersebut. Perusahaan berani membeli padi beras merah dengan harga lebih tinggi dari harga pasar dengan harapan pendapatan petani meningkat sehingga petani lebih bersemangat menanam padi beras merahnya. Kelompok tani tersebut diberi nama dengan Kelompok Tani Beras Merah Organik Jatiluwih. Kelompok tani tersebut beranggotakan 50 kepala keluarga yang sangat konsisten dengan tekat melestarikan budidaya beras merah  yang organik tanpa menggunakan bahan kimia sintetis. 

........................................................................................
........................................................................................ 

       Secara geografis, wilayah pertumbuhan Beras Merah Organik Jatiluwih (sekitar 303 hektar) terletak di wilayah utara kabupaten Tabanan dan diselatan episentrum antara tiga gunung berketinggian sekitar 2.100 –s/d- 2.540 meter yang kini hutannya masih lebat penuh dengan tanaman-tanaman pohon raksasa beraneka ragam. Dari tiga gunung ini, yaitu Gunung Batukaru, Sanghyang dan Poohan, kondensasi "vapour" dari awan2 yang menyangkut dilereng gunung menghasilkan sumber tetesan air. Air yang mengalir kesawah secara gravitasi dari tiga gunung tersebut mengandung vulkanik mineral yang stabil secara ekosistem untuk menyuburkan tanah dan menumbuh kembangkan segala mahluk-mahluk yang hidup di lahan sawah (cacing tanah, belut, katak, kepiting,ikan, ular).

 
Dapat dilihat dari gambar diatas, perusahaan berada tepat ditengah-tengah lahan budidaya padi beras merah organik Jatiluwih. CV. Jatiluwih Red Rice bergerak dalam bidang penanganan pasca panen dan pemasaran beras merah organik Jatiluwih yang berada di Dusun Gunungsari, Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan-Bali.CV. Jatiluwih Red Rice melakukan pendampingan petani dalam budidaya dengan membentuk Kelompok Tani Beras Merah Organik Jatiluwih. Perusahaan ini juga ikut serta dalam pelestarian kearifan lokal khususnya dalam kegiatan usahataninya. Kegiatan pasca panen yang dilakukan adalah mulai dari penggilingan gabah kering, pengemasan, dan penyimpanan. CV. Jatiluwih Red Rice telah mampu memasarkan produknya di dalam negeri maupun di luar negeri. Di dalam negeri produk beras merah Organik Jatiluwih dipasarkan di Jakarta dan Bali, sedangkan di luar negri perusahaan mampu mengekspor produknya ke Filipina.
Melalui kelompok tani yang dibentuknya, CV. Jatiluwih Red Rice juga membantu melakukan perluasan pasar dengan metode pengemasan yang menarik, sehingga memungkinkan masuk  ke supermarket. CV. Jatiluwih Red Rice pun membantu mengembangkan produk pertanian dengan mendiversifikasi produk menjadi tepung, teh dan kopi beras merah. Untuk memperkukuh pemasaran, sejak akhir 2010 produksi dari anggota kelompok taninya telah mendapat sertifikat organik dari Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman yang berafiliasi dengan lembaga dari Swiss.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar